Mewujudkan “AMORIS LAETITIA” Pada Masa Sulit
- eRelasi
- October 15, 2021
Seruan Amoris Laetitia pertama kalinya disampaikan oleh Paus Fransiskus pada tahun 2016. Pada Pesta Santo Yusuf yang diperingati tanggal 19 Maret 2021 lalu, yang merupakan peringatan 5 (lima) tahun diumumkannya seruan Apostolik Amoris Laetitia, Paus Fransiskus membuka Tahun Keluarga Amoris Laetitia dan akan berakhir pada Juni 2022. Amoris Laetitia atau Sukacita Kasih, seruan itu menekankan pentingnya ikatan kasih sayang dalam membangun keluarga harmonis.
Berbicara tentang Amoris Laetitia atau Sukacita Kasih untuk membangun keluarga harmonis sepertinya mudah diungkapkan tapi tidak mudah diwujudkan, terlebih di tengah kondisi yang serba sulit seperti akhir-akhir ini. Adanya pandemi Covid-19 selama hampir 2 (dua) tahun ini telah membuat banyak keluarga terkena dampaknya. Banyak suami/ayah yang kehilangan pekerjaannya, entah karena di PHK oleh perusahaan ataupun karena usaha yang mengalami kerugian, tidak sedikit pula istri dan anak-anak yang kehilangan suami dan ayah mereka karena meninggal dunia akibat terinfeksi virus Covid-19 tersebut. Entah berapa banyak sudah kesedihan dan dukacita menjadi headline berita yang lalu lalang setiap harinya disekitar kita, bahkan berasal dari orang-orang terdekat kita sendiri. Di tengah kesedihan itu mungkinkah keluarga-keluarga bisa mewujudkan adanya Amoris Laetitia atau Sukacita Kasih di keluarga itu sendiri? Bagaimana mungkin kita bisa merasakan Amoris Laetitia atau Sukacita Kasih di tengah dukacita yang dialami. Selain itu, tantangan keluarga modern saat ini adalah adanya pedang bermata dua yang didapat dari perkembangan teknologi komunikasi yang terkadang bisa mendekatkan yang jauh namun malah menjauhkan yang dekat. Dimana antar pasangan maupun antar anggota keluarga saling sibuk dengan gadget masing-masing, sehingga menimbulkan kurangnya komunikasi yang berkualitas di dalam pasangan maupun keluarga tersebut.
Karena kondisi yang memprihatinkan dan penuh tantangan inilah maka Paus Fransiskus mengajak kita semua untuk mewujudkan Amoris Laetitia di tengah keluarga, dengan membuka Tahun Keluarga Amoris Laetitia. Sepanjang tahun 2021 hingga pertengahan tahun 2022 kedepan kita diajak untuk lebih memahami setiap individu dalam keluarga dengan segala kompleksitas mereka. Tidak pernah ada kata terlambat untuk saling memahami antar pasangan atau antar anggota keluarga. Kita bisa memulai dengan meningkatkan kasih dan empati kita atas apa yang sedang mereka hadapi, mengapa mereka bisa bersikap demikian, mencari tahu latar belakang mereka berbuat demikian.
Hal tersebut bisa dimulai dengan adanya dialog sederhana ala Marriage Encounter yaitu dengan mendengarkan
pasangan ber-BPS, kita hadir untuk menjadi pendengar yang baik tanpa menghakimi apa yang mereka rasakan saat ini dan kita juga bisa menyampaikan apa yang kita rasakan. Namun perlu diingat dalam berdialog untuk tidak mengungkit kesalahan satu sama lain di masa lampau yang bisa menimbulkan adanya perasaan negatif satu sama lain.
Kita juga bisa mengajak pasangan atau anggota keluarga untuk melakukan kebiasaan-kebiasaan baru yang tematik, seperti di bulan September yang diperingati sebagai Bulan Kitab Suci Nasional ini mari kita ajak keluarga untuk membaca kitab suci, merenungkannya dan berdiskusi bersama. Di bulan Oktober, kita bisa membiasakan untuk berdoa rosario bersama keluarga, dan bulan-bulan berikutnya dapat disesuaikan dengan kalender liturgi. Meskipun mungkin ada anggota keluarga yang sedang berada jauh dapat kita lakukan juga secara online melalui berbagai fasilitas virtual meeting yang ada saat ini, yang kita perlukan hanyalah kesadaran untuk sejenak meluangkan waktu yang berkualitas bersama pasangan atau anggota keluarga.
Mengampuni adalah kekuatan dan mencintai adalah keputusan. Salah satu prinsip tersebut dapat membantu keluarga mewujudkan Amoris Laetitia pada masa-masa sulit. Sebagai pasangan atau anggota keluarga, kita pasti pernah melakukan kesalahan sekaligus juga pasti pernah merasakan sakit hati terhadap pasangan maupun anggota keluarga lainnya, baik melalui perbuatan-perkataan yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tidak dipungkiri pada saat menghadapi masa-masa sulit, terkadang seseorang menjadi lebih emosional, bahkan apa yang kita rasakan kadang mempengaruhi orang-orang di sekitar kita. Bagaikan transfer perasan sakit/negatif, tanpa kita sadari dapat menyakiti pasangan atau anggota keluarga kita. Karenanya dibutuhkan kesadaran kita untuk melibatkan Tuhan dalam setiap hal yang terjadi dan kita alami di keluarga kita. Mari kita minta Tuhan untuk memberi hati yang seluas samudera untuk terus saling mengampuni, sehingga bisa menjadi modal kekuatan dalam menghadapi berbagai tantangan pada hari-hari berikutnya. Dikutip dari salah satu kalimat pada drama Korea Reply 1988 “Keluarga adalah tempat yang pada akhirnya akan kita tuju untuk kembali.” (EA/MJ)