Tak Melulu Musibah, Pandemi bisa Membawa Berkah

Tahun 2020 menjadi tahun yang cukup berat bagi semua orang. Pandemi berdampak buruk bagi kesehatan dan ekonomi masyarakat belum juga berlalu. Anak-anak masih sekolah dan kuliah dari rumah, belum bisa pembelajaran secara tatap muka. Usaha pun jalan ditempat.
Kegelisahan ini sudah menjadi litaniku sehari- hari.

“Jangan gelisah hatimu, Percayalah kepada Allah, Percayalah kepadaKu.”

Agus
Semenjak virus Covid-19 masuk Indonesia dan mendengar berbagai macam pemberitaan virus Covid-19 aku was-was dan takut. Aku takut terkena covid dan menjadi penular bagi keluargaku terlebih bapak ibuku yang sudah sepuh rentan terhadap penyakit. Pada pertengahan bulan Maret 2020 beberapa pekerjaanku yang sudah kusiapkan dibatalkan dikarenakan pengetatan aturan pemerintah terkait pandemi. Aku sangat kecewa mestinya aku dapat keuntungan dari pekerjaan itu, namun bukannya untung aku malah rugi besar sudah terlanjur uang muka hotel,transport dan lain lain sedang uang muka tidak bisa aku minta karena kondisi pemilik usaha juga sulit. Tidak ada yang bisa aku lakukan, aku pasrah saja, anggap saja ini masa cuti panjang menikmati libur di rumah bersama keluarga.

Memasuki bulan ke 3 aku mulai bosan dan cemas, kapan pandemi ini berakhir? Aku mulai khawatir karena tidak ada pendapatan aku juga merasa malu pada Vero dan anak- anak karena aku sebagai laki-laki kepala keluarga tidak bisa menghasilkan. Aku merasa tak berguna dan bodoh, Untuk menyambung hidup terpaksa kami hidup menggunakan uang simpanan. Aku juga mulai ragu sampai kapan kami bisa bertahan kondisi begini? bagaimana kalau uang simpanan habis? Aku terpuruk dan frustasi merasa tidak ada harapan. Aku menyalahkan diriku sendiri, marah dan kecewa dengan Tuhan.

Vero
Awal-awal pandemi aku sangat sedih takut dan tertekan, selain takut akan terpapar virus aku takut dengan kondisi keuangan keluarga kami yang semakin menipis, pengeluaran terus tanpa ada pemasukan, jika begini terus lama-lama simpanan uang akan habis bagaimana kami akan meneruskan hidup, sedangkan pekerjaanku betul-betul berhenti.

Yang membuat aku sangat bingung dan malu adalah pada tahun 2020 anak sulung kami masuk kuliah di Atmajaya. Bagaimana kami sebagai orang tua mampu membayar kewajiban uang kuliah anakku sedangkan kami tidak ada pendapatan? Aku tidak sampai hati untuk menyampaikan hal ini kepada anak kami.

Hal-hal yang menyulitkan ini membuat relasiku dengan Agus terganggu dan kami sering ribut. Setiap aku ajak bicara masalah keuangan dia selalu menjawab: “Tenang saja Tuhan pasti kasih jalan.” Hanya itu saja tapi tidak pernah memberi solusi.

Agus
Dalam kondisi relasi kami yang semakin kacau aku beranikan untuk mengajak Vero berdialog. Dalam dialog kami, aku menjadi tahu kerisauan-kerisauan kami masing-masing. Vero juga menyarankan aku untuk menekuni hobiku tentang tanaman, sehingga tidak hanya sekedar hobi namun bisa menghasilkan. Aku pun setuju dengan ide Vero.

Aku melihat peluang bisnis yang bagus di masa Pandemi ini, banyak orang beraktivitas di rumah. Sekolah, bekerja dan beribadah pun di rumah. Tentu saja mempunyai banyak waktu luang. Aku pikir bisnis tanaman akan sangat bagus karena mereka akan mencari kesibukan dengan berkebun di rumah. Aku mulai memasarkan tanaman-tanaman kesayanganku di Toko-toko Online. Vero membantuku jualan melalui media social dan membuat akun Instagram @kebunwinongo.

Pemesanan tiap hari berdatangan baik lewat startup maupun lewat social media.
Peminat tanaman-tanamanku kebanyakan dari luar Yogyakarta bahkan luar jawa sehingga aku harus mengirimkan lewat expedisi. Itu semua Vero yang mengatasi dia membantu membawa kiriman-kiriman itu ke expedisi-expedisi yang dipilih oleh pembeli.

Puji Tuhan hobiku terhadap tanaman ini ternyata bisa menghasilkan uang yang sangat membantu perekonomian keluarga kami, bahkan saat ini telah menjadi usaha yang menjanjikan untuk terus dikembangkan. Aku tidak mengira usaha yang awalnya coba-coba hanya dalam hitungan bulan dapat berkembang pesat.

Vero
Di pertengahan tahun 2020 kami bisa menata hidup kami dengan usaha baru yaitu Tanaman Hias. Aku lega, biaya kuliah anakku bisa teratasi. Meski kondisi ekonomi membaik namun sebagai istri aku tidak mau tinggal diam melihat pasanganku sendiri berusaha mencukupi kebutuhan keluarga, aku pun mencoba untuk memulai usaha baru dengan membuat tas kanvas dan sepatu kanvas berbagai motif. Aku pasarkan lawat tema-temanku, lewat media sosial, juga aku titip jual di Departement Store. Puji Tuhan, bisa berjalan. Aku yang tidak paham dengan jenis-jenis kain, banyak dibantu oleh Agus. Bahkan belanja-belanja bahan, banyak dilakukan oleh Agus.

Aku bersyukur diberikan pasangan sebagai penolongku,aku sadar bahwa Tuhan hadir lewat pasangan dan aku dikuatkan oleh pasangan.

Semua ketakutan ku hilang, aku percaya semua dapat berjalan baik-baik saja, asal aku percaya kepada Sang Sabda dan aku mau berusaha. Tidak hanya diam dan tenggelam dalam ketakutan.

“Selalu ada kekhawatiran soal masa depan dan semua yang harus dibangun kembali. Ingatan yang menyakitkan, harapan yang kandas. Tapi jangan takluk pada rasa takut. Jadilah pembawa pesan kehidupan di tengah masa penuh duka ini,” ujar Bapa Paus seperti dikutip dari Reuters.

“Tenanglah! Aku ini, jangan takut”
Segala keberhasilan kami mengatasi persoalan keluarga kami tidak lepas dari berdoa, kami berdoa Rosario tiap malam. Sungguh doa adalah kekuatan kami, dari doa Rosario itulah kami menemukan ide-ide baru. Saat kami belum melakukan doa bersama, kami sering ribut-ribut hampir setiap hari. Dengan berdoa kami ditenangkan, Bunda Maria juga menjaga dan melindungi kami selalu. [IH/SD]

Start typing and press Enter to search