Keluarga Baruku
- Sr. Sesilia, OP
- October 23, 2021
Keluarga merupakan beberapa orang yang tinggal bersama satu atap dalam keadaan saling tergantung dan menyayangi satu sama lain serta menerima apa adanya tanpa syarat. Keluarga memberi ketenangan dan dukungan pada saat dibutuhkan, saudara dalam keluarga akan memberikan bantuan paling tulus sehingga bisa bangkit kembali dari kesedihan. Kasih sayang, kehangatan dan kenyamanan keluarga adalah sumber kebahagiaan yang tidak ternilai. Keluarga menjadi tempat untuk pulang. Kebahagiaan, persaudaraan yang kuat, saling percaya, pengembangan diri secara intelektual menjadi tujuan dalam hidup berkeluarga.
Dalam Gereja, selain panggilan hidup berkeluarga ada juga panggilan hidup membiara yaitu sekelompok orang yang hidup bersama dalam rumah biara yang disebut komunitas dan tergabung dalam Kongregasi atau Ordo Religius. Kongregasi Suster- suster Santo Dominikus di Indonesia adalah salah satu dari komunitas religius yang berkembang di Indonesia. Kongregasi yang tergabung dalam Ordo Pewarta ini merupakan kongregasi tingkat keuskupan yang berada dibawah yurisdiksi Keuskupan Bandung. Kongregasi Suster OP hadir di Indonesia sejak 90 tahun yang lalu dan para Suster OP di Biara Santa Maria hadir di kota Cirebon sejak tahun 1950. Saya menjadi salah satu anggota kongregasi yang tinggal dan hidup di komunitas biara Santa Maria Cirebon. Komunitas Suster OP menjadi keluarga baru saya setelah saya meninggalkan keluarga saya di kampung halaman, di Paroki Santa Theresia Lisieux, Boro, Kulon Progo, Yogyakarta.
Biara Santa Maria Cirebon dimana sekarang saya tinggal dan hidup bersama para suster OP yang lain merupakan komunitas religius yang anggotanya berbeda latar belakangnya baik dalam kepribadian, bakat, pendidikan dan budaya. Selain itu tugasnya juga bermacam-macam. Meskipun begitu, kami tetap bisa bersatu dan hidup bersama dalam ikatan cinta kasih. Pengikat kesatuan komunitas bukan karena pertalian darah melainkan karena panggilan Tuhan melalui kaul yang diucapkan dalam kongregasi secara bebas dan tanpa paksaaan. Ada 3 kaul yang diucapkan yaitu kaul ketaatan, kaul kemurnian dan kaul kemiskinan. Melalui kaul ketaatan kami mempersembahkan kemauan kami secara total kepada Tuhan untuk melayani-Nya, yang terungkap dengan taat kepada pemimpin. Melalui kaul keperawanan kami memperoleh kebebasan Roh, kesucian hati dan cinta yang menyala-nyala kepada Tuhan dan kepada semua orang dengan cinta yang ikhlas dan melalui kaul kemiskinan kami mewartakan kepada semua orang bahwa kekayaan dan kekuasaan bukanlah nilai mutlak dalam hidup manusia, bahwa harta manusia yang paling mendalam hanya ditemukan dalam hal-hal rohani dan bahwa manusia bahagia apabila menghargai benda materi tanpa dikuasai olehnya. Maka kami mengakui ketergantungan kami satu sama lain dan tidak memiliki harta pribadi karena segala sesuatu yang kami miliki menjadi milik bersama, kami hidup sederhana namun membahagiakan.
Hidup bersama suster OP bertujuan mewartakan Sabda Allah demi keselamatan jiwa-jiwa sesuai teladan hidup Santo Dominikus de Guzman pendiri Ordo Pewarta atau Ordo Praedicatorum. Sehati sejiwa berjalan bersama menuju kepada Tuhan dengan cara hidup saling menerima dan mengasihi, mencari dan menemukan kehendak Allah serta melaksanakannya. Semua anggota komunitas mempunyai kewajiban menyumbangkan bakat dan kemampuan demi tercapainya kesejahteraan bersama. Selain itu, semua anggota juga mempunyai kewajiban mengolah kelemahannya sendiri agar menjadi baik dan harus saling menolong untuk tumbuh menjadi pribadi kristiani yang lebih baik.
Hidup bersama suster OP berpola dan berakar pada relasi cinta kasih Allah Tritunggal yang merupakan kesempurnaan dalam saling mengenal, menerima dan mencintai satu dengan yang lain artinya keunikan pribadi masing masing tetap diakui namun dapat bersatu dan bekerjasama sehingga menuntut adanya kebenaran, kemurahan hati dan kerendahan hati. Untuk mempersatukan anggota komunitas suster OP dalam hidup bersama dipergunakan peraturan yang harus ditaati bersama yaitu Regula Santo Agustinus. Peraturan ini ditulis oleh Santo Agustinus dan pada umumnya dipergunakan sebagai peraturan hidup bersama oleh Ordo Religius yang didirikan pada abad ke-13. Salah satu peraturan yang ditulis Santo Agustinus mengenai hidup bersama sebagai berikut : ”Tujuan utama bagi kamu yang bergabung dalam hidup bersama adalah untuk hidup harmonis dalam rumahmu sehati dan sejiwa tertuju kepada Allah. Janganlah kamu bertengkar. Kalau kamu bertengkar selesaikan selekas mungkin sebab jika tidak, kemarahan membesar menjadi benci. Dan kalau kamu menyinggung orang lain dengan caci maki, omongan kasar atau tuduhan yang membabi buta, minta maaflah selekas mungkin dan orang yang disinggung hendaknya juga memaafkan tanpa banyak tuntutan”. Karena mentaati peraturan ini maka dalam hidup berkomunitas kami hidup rukun dan mudah untuk saling memaafkan kesalahan satu sama lain. Dengan hidup berdamai dengan orang lain maka hidup kami memberi kesaksian tentang hidup bersama dalam Gereja yang menampakkan perdamaian kepada semua orang dalam Kristus melalui pewartaan dan cara hidup kami. Untuk itu kami wajib menerima sakramen pengakuan dosa sebulan sekali.
Selain Regula Santo Agustinus, konstitusi kongregasi juga menjadi pedoman yang khas sesuai semangat pendiri kongregasi. Konstitusi Kongregasi berisi petunjuk hidup bersama agar rukun, saling memberi dan saling mendengarkan. Kami juga wajib mengikuti doa bersama yang dijiwai oleh semangat Injil dan diperbaharui setiap hari dengan merenungkan Sabda Tuhan dan merayakan misteri ekaristi. Hadir untuk makan bersama dimana ada kesempatan berbagi cerita pengalaman yang kami alami. Selama kebersamaan ini kami dilarang membuka HP atau bermain medsos lainnya sehingga perhatian kami fokus dalam perjumpaan dan percakapan bersama ini. Kepala keluarga komunitas biara disebut pemimpin komunitas bertugas menyatukan seluruh anggota. Pemimpin Komunitas melayani anggota dengan semangat berkorban dan menjamin keadaan dan suasana baik dalam biara dengan memberikan kepada anggota komunitas kemungkinan menghayati hidup rohani dan kerasulan. Selain itu juga harus memperhatikan kesehatan dan kebutuhan jasmani sesuai kebutuhan komunitas.
Sebagai suster OP kami memiliki keluarga yang lebih besar lagi yaitu Keluarga Dominikan yang terdiri dari Pastor, Bruder, Suster Kontemplatif dan awam yang tergabung dalam Ordo Pewarta dan hidupnya mengikuti teladan atau spiritualitas Santo Dominikus. Bapak atau Ibu yang memilih hidup berkeluarga dan menghendaki hidup lebih kudus lagi dengan menjalankan hidup doa dan belajar seperti para Pastor dan suster namun tetap hidup berkeluarga dapat bergabung bersama kami menjadi Dominikan awam. Salah satu Dominikan awam di Indonesia saat ini adalah Bapak Theo Atmadi. Demikianlah kami hidup dengan bahagia dalam komunitas dan bersaudara dengan keluarga-keluarga dan membentuk keluarga yang lebih besar dengan Santo Dominikus yang mempersatukannya dalam Ordo Pewarta. (IH/ )