PASANGANKU ADALAH SAHABAT TERBAIKKU
Sir Edmund Hillary, yang berasal dari Selandia baru, adalah orang pertama yang berhasil mencapai puncak gunung Everest. Namun di balik kisah sukses luar biasa Sir Edmund Hillary, ada cerita tentang seseorang yang tidak kalah menariknya. Orang itu adalah Tenzing Norgay. Tenzing Norgay adalah seorang penduduk asli Nepal yang bekerja sebagai pemandu bagi para pendaki gunung yang berniat mendaki Gunung Everest atau sherpa dalam bahasa lokal, .
Pada tanggal 29 Mei 1953 pukul 11.30, Tenzing Norgay bersama Sir Edmund Hillary berhasil menaklukan Gunung Everest pada ketinggian 29.028 kaki di atas permukaan laut dan menjadi orang pertama di dunia yang mencapai puncak Everest.
Salah satu kisah inspiratif yang disampaikan oleh Sir Edmund Hillary adalah setelah sampai puncak dan mengabadikan dengan foto, mereka segera turun dari puncak Everest. Ketika dalam perjalanan turun Sir Edmund Hillary kehilangan keseimbangan. Kita bisa bayangkan bila terjatuh, pasti meninggal. Dalam situasi itu, Tenzing Norgay sigap dan dapat menahan tali Sir Edmund Hillary, sehingga tidak terjatuh.
Keberhasilan Tenzing Norgay menyelamatkan Sir Edmund Hillary tentu saja menjadi sangat fenomenal, dan banyak yang memuji tindakan Tenzing Norgay, namun apa yang dikatakannya: bahwa itu adalah konsekuensi dari pekerjaan, para pendaki gunung selalu tolong-menolong dan kami adalah rekan seumur hidup.
Kisah inspiratif persahabatan Sir Edmund Hilary dengan Tenzing Norgay menjadi pembuka RENEWAL dengan tema: “Hanya Engkau dalam Hidupku” yang disampaikan oleh Pastur Agustinus Parso Subroto, MSF dan Pasutri Handoyo-Ageng pada hari Minggu, 12 Maret 2023 di Gereja Santo Petrus Sambiroto Semarang.
Dalam sharing sebelum menikah pasutri Handoyo-Ageng menyampaikan harapan-harapan dan impian ketika memutuskan menikah, juga menyampaikan hal-hal istimewa apa, sehingga memutuskan untuk saling memilih sebagai pasangan. Mereka saling mengagumi dan mencintai satu sama lain dan meyakini bahwa keputusan menikah adalah rencana Tuhan.
Dalam perjalanan perkawinan, Pasutri Handoyo-Ageng juga mengalami masa-masa roman, namun juga mengalami kekecewaan. Dalam masa-masa roman, kehidupan begitu indah, begitu menyenangkan; namun saat mengalami kekecewaan, mereka mengalami hambatan komunikasi relasi. Apa yang kemudian mereka buat? Dialog Perasaan. Ya. Dialog perasaan menjadi sarana yang sangat baik untuk mengemukakan perasaan-perasaan baik perasaan negatif maupun positif. Dengan menyampaikan peraaan-perasaan dan dialog mendalam, mereka semakin mengerti apa sesungguhnya yang terjadi dan akhirnya mereka dapat berekonsiliasi, saling memaafkan. Dengan mengemukakan perasaan dalam dialog, pasangan menjadi semakin memahami, sehingga relasi dapat kembali hangat dan mesra serta kebahagiaan suami istri dapat kembali diraih.
Sebuah analogi yang bagus mengatakan: selotip tidak dibuat untuk pemakaian berulang-ulang. Ikatan yang paling kuat yang dapat diberikan selotip adalah pada permukaan pertama kali ketika digunakan. Kita dapat membuka kembali selotip tersebut dan menggunakannya pada permukaan lain dan memang tetap merekat, namun daya rekatnya semakin lama semakin berkurang. Janji yang Anda ucapkan (apakah Anda masih ingat Janji Perkawinan Anda? 😊) sewaktu Anda menikah adalah seperti selotip yang pertama kali Anda rekatkan. Sesuatu yang harus mengikat dan mempersatukan dan lebih kuat dari ikatan apapun yang dapat Anda bentuk, entah itu ikatan dengan pekerjaan, keluarga besar, teman, jabatan dan lain sebagainya. Itulah sebabnya dua individu yang berbeda sifat, karakter, keluarga dan aneka perbedaan lainnya tetap bisa bersatu. Dalam renewal ini Anda diundang untuk kembali menyadari janji perkawinan Anda dan menuju ke puncak kebahagiaan suami istri.
Pastur Agustinus Parso Subroto, MSF menyampaikan dasar dari sumber Kitab Kejadian 2:24, “Sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikianlah mereka tidak lagi dua, melainkan satu”. Makna dari Sabda Tuhan ini adalah laki-laki dan perempuan yang membentuk keluarga dengan menikah harus hidup mandiri, tidak tergantung pada orang tua atau juga orang lain. Oleh karena itu, apa yang dipersatukan oleh Tuhan tidak boleh diceraikan oleh manusia. Kesatuan suami istri itu tidak bisa dipisahkan, sebagaimana Yesus dan Gereja-Nya, seperti kepala dan tubuh. Suami sebagai kepala dan istri sebagai tubuh, keduanya tidak bisa dipisahkan, jika dipisahkan berarti ada kematian.
Sebelum menikah Anda berdua tentunya sudah menjadi teman atau sahabat baik; kalau tidak, bagaimana mungkin Anda mau menikah (kecuali karena dipaksa). Dalam perjalanan persiapan Anda menikah ada keromantisan dan sukacita bersama. Keromantisan itu haruslah dimulai saat Anda menikah, bukannya ketika menikah keromantisan berakhir. Pernikahan bukan menjadi batas gerak-gerik Anda, namun merupakan pagar pengaman untuk melindungi isinya.
Salah satu komponen utama untuk membuat pernikahan Anda menjadi luar biasa, harmonis dan mampu bekerjasama adalah teman atau sahabat terbaik, disamping menjadi rekan seumur hidup, sebagaimana pernyataan Tenzing Norgay dalam kisah inspirasi di atas. Teman terbaik Anda adalah dia yang bisa menikmati hidup bersama dan mengetahui satu sama lain, dia adalah pasangan Anda. Menjadi sahabat artinya mampu menjadi ayah atau ibu bagi satu sama lain dan menjadi guru yang baik yang dapat melihat kelemahan atau kekurangan pasangan secara positif dan membantunya untuk memperbaikinya. Bila Anda ”jatuh”, teman terbaik Andalah yang dapat menolong. Sahabat baik adalah dia yang bisa mengetahui dan memahami satu sama lain dan dapat menikmati kebersamaan. Katakan kepada pasangan Anda, Engkau ada sahabat terbaikku. Syallom. (MJ/DS)