KAKEK-NENEK DAN LANSIA ITU JUGA KELUARGA, MEREKA MENJADI HARTA KEKAYAAN GEREJA
Minggu, 24 Juli 2022, coba perhatikan gereja-gereja di berbagai paroki. Hari itu terasa istimewa. Orang-orang lanjut usia (lansia), kakek-nenek, bahkan eyang buyut (Jawa) berbondong-bondong memenuhi gereja. Ada yang masih bisa berjalan dengan gagah, namun tidak sedikit yang tertatih kesulitan memasuki gedung tempat mereka beribadah. Beberapa diantaranya harus dituntun anak atau cucunya. Hari itu adalah Hari Kakek-Nenek dan Lansia Sedunia.
Kakek-nenek dan lansia adalah anggota keluarga juga, janganlah dipisahkan dari keluarga. Jangan kiranya anak atau cucu dengan mudah menitipkan kakek-nenek di panti jompo hanya dengan alasan tidak mau repot. Demikian salah satu kalimat pada homili Romo Benedictus Sunarjoko Pranoto, SDB pada misa Minggu itu di gereja paroki St. Mikael, Perak, Surabaya. Romo Joko – demikian beliau biasa dipanggil – berhomili secara interaktif dengan umat lansia. Umat senior pun menjadi berbinar merasa diistimewakan, apalagi setelah misa dilanjutkan pertemuan ramah-tamah dan sharing iman di gedung pertemuan “joglo”.
Ada apa dengan lansia? Penulis melaporkan kegiatan Hari Pertemuan Keluarga Sedunia (World Meeting of Families – WMOF) yang diselenggarakan Komisi Keluarga Keuskupan Surabaya Juni lalu. Dalam salah satu mata acaranya yang bertajuk Bincang Hangat dengan tema “Kakek, Nenek dan Orang Tua dalam Pelayanan Pastoral” 23 Juni lalu, RD Agustinus Tri Budi Utomo (Romo Didik) menjelaskan panjang lebar latar belakang penetapan hari lansia sedunia ini.
“Paus Fransiskus tahun lalu mengumumkan yang pertama kali, Hari Orang Tua dan Lansia Sedunia, tepatnya 25 Juli,” terang Romo Didik menjawab pertanyaan Prof. Dr. Anita Lie, moderator acara Bincang Hangat yang digelar di studio Duta Raya Makmur, Driyorejo, Gresik. Mengapa Paus membuat hari khusus lansia? Karena masa sekarang yang katanya budaya modern ini – individualisme, liberalisme – lebih-lebih adanya kultur throw away, lansia seakan-akan dianggap hal yang sudah tidak berguna yang bisa dibuang begitu saja. Karena itu Paus terpanggil untuk mengangkat isu orang tua dan lansia sebagai harta kekayaan gereja yang kaya, sekaya sejarah itu sendiri.
Dibanding zamannya cucu-cicit, lansia memang menjadi tidak relevan budayanya. Namun ada yang tidak berubah dari zaman ke zaman, yaitu nilai-nilai kebenaran injili, nilai Kristiani yang sejak abad-abad dulu, sekarang bahkan sampai selama-lamanya tetap harus dijaga, dilestarikan, diwariskan, dan diwartakan. “Di situlah Paus mengandalkan lansia dan orang tua,” jelas Romo Didik. Ini sejatinya panggilan perutusan untuk menguduskan keluarga. Maka sangatlah penting bagi lansia dan orang tua belajar marketing nilai-nilai ini, agar nilai-nilai yang kita wartakan itu bisa diterima oleh anak-cucu. Itu menjadikan kehadiran orang tua sebagai kabar sukacita bagi anak-cucu.
Sesi yang dikemas berupa talk show itu juga menghadirkan pasutri senior Riana Suarno dan Oma Wuri (Prof. Dr. Wuri Andhajani Soedjatmiko) sebagai nara sumber. Pasutri Riana Suarno membagikan pengalaman bagaimana mereka memberikan support keluarga baru yaitu anak dengan cucu-cucu. “Dukungan bukan terbatas materi, tapi juga bagaimana mereka bisa bertumbuh dalam iman, dan bagaimana bisa membina keluarga yang baik,” ujar Riana. “Sebelum menyambut kehadiran cucu-cucu, terlebih dahulu menyiapkan diri atas kehadiran keluarga baru yaitu menantu yang tentu memiliki kebiasaan-kebiasaan berbeda dengan kita,” imbuh Suarno. “Juga penting menjalin hubungan yang akrab dengan besan,” pungkasnya. Perbincangan terasa semakin hangat dengan kehadiran Oma Wuri, seorang akademisi dan aktivis Komisi Lansia Keuskupan. Usianya yang sebentar lagi mencapai 80 tahun itu kaya dengan pengalaman bersama keluarga yang saling menguduskan.
Jumat, 24 Juni di studio yang sama, Tenoyo memandu tema “Kekudusan dalam Hidup Sehari-hari”. Acara yang dikemas dengan model rekoleksi ini mengetengahkan Romo YPH Jelantik sebagai nara sumber dengan sharer pasutri muda Guna & Stefani.
Sekolah cinta kasih dan iman adalah keluarga, dan orangtua adalah guru yang utama. But have we done the right things for our children? Demikian pasutri Pamela & Yohanes, sang moderator membuka Talk Show bertajuk “Meneruskan Iman kepada Anak Muda Saat Ini,” yang digelar pada malam Minggu, 25 Juni. Tak pelak lagi tamu acara yang terdiri dari orang-orang muda yang energik seperti Agatha Felicia, Paulina Kinanti, Adelia Sephia langsung nyerocos membagikan pengalaman hidupnya bersama orangtua dan keluarga masing-masing. Mereka kompak mengakui bahwa kebanyakan orang muda terpapar keindahan status medsos orang lain. Untungnya mereka memiliki role model yang jadi kiblat. Ketiga nara sumber tersebut menunjuk orang tua sebagai panutan, baik orangtua dalam arti mama-papa seperti pengakuan Agatha, single Mom bagi Kinanti, atau Oma bagi Adel.
“Orangtua harus menyadari pentingnya merawat iman,” imbuh pasutri muda Steve & Sherly, penggiat BIAK, Rekat, dan OMK yang duduk di kursi nara sumber. Orang muda lainnya, Citra Shanti, membagikan pengalamannya dalam berkomunitas Choice, yang mampu menumbuh-kembangkan imannya.
Mengutip dokumen gereja Christus Vivit art. 211, Romo Elva Permadi sebagai nara sumber utama menekankan perlunya mendekati orang muda dengan tata bahasa kasih, bukan dengan ceramah. “Kenali generasi muda yang unik. Pahami mereka. Jangan gunakan pola-pola pembinaan yang lama,” pungkas Romo Moderator Komisi Kepemudaan Keuskupan Surabaya menutup Talk Show.
Rangkaian acara WMOF yang diselenggarakan Keuskupan Surabaya yang dimotori oleh Komisi Keluarga ini berjalan sesuai rencana, memenuhi target bila dilihat dari jumlah peserta zoom dan penonton kanal You Tube yang mencapai ratusan orang pada setiap acara. Bahkan penonton You Tube Komisi Keluarga Keuskupan Surabaya ini meningkat terus seusai acara langsungnya. Tetapi apakah cukup sampai di sini? Tidak! “Akan ada tindak lanjut dari apa yang diperoleh dari acara-acara yang sudah diselenggarakan, yaitu melalui kelompok-kelompok kategorial,” ungkap Romo Didik yang setia mengawal seluruh rangkaian acara.
Berbicara tentang keluarga, anggotanya bukan saja ayah, ibu dan anak. Kakek-nenek dan lansia juga anggota keluarga. Masing-masing memiliki peran yang sama dalam mencapai kekudusan. Maka sungguh indah apabila di dalam keluarga tiap-tiap anggota menyadari panggilan perutusannya untuk saling menguduskan. Kiranya cita-cita Paus Fransiskus untuk menjadikan keluarga sebagai panggilan dan jalan kekudusan mampu kita perjuangkan dan wujudkan. Semoga.
Pasutri Ningrum Handono
Panitia WMOF ke-10 Keuskupan Surabaya
Asal paroki : Santo Mikael, Surabaya