LOVE FERRIS WHEEL

Penulis Petrus Yuni

Minggu, 28 Januari 2024 pukul 09.00-13.00 di aula St. Matius dan St. Lukas Paroki Bunda Maria Cirebon diselenggarakan rekoleksi keluarga dengan judul Love Ferris Wheel oleh Romo Ferry Sutrisna Wijaya, Pr. Kegiatan ini diselenggarakan oleh sie keluarga Paroki Bunda Maria.

Peserta rekoleksi adalah umat Paroki Bunda Maria, Paroki St. Yusuf Cirebon dan Paroki St. Theresia Ciledug,  Kabupaten Cirebon.  Peserta  yang hadir  lebih kurang 135 orang termasuk para romo dari paroki terdekat.

Menurut ibu Tutwuri Handayani sebagai ketua panitia,  tujuan rekoleksi ini adalah agar setiap keluarga Katolik dapat menghidupi dan menguatkan komitmen panggilan hidup berkeluarga dengan penuh kebahagiaan dan keharmonisan dengan segala tantangannya. Supaya setiap keluarga dapat merawat cinta agar tetap menyala dalam pergumulan hidup, sehingga dapat membangun keluarga seperti keluarga kudus Nasaret, dan pada akhirnya dapat menjadi keluarga-keluarga pewarta cinta.

Sejalan dengan tujuan penyelenggaraan kegiatan, Romo Adi Pr, mewakili romo kepala paroki, menyampaikan pesan, bila relasi pasutri tidak dirawat maka akan seperti kendaraan yang harus turun mesin. Maka, penting sekali merawat, menghangatkan relasi.

Harapan panitia dengan  kegiatan ini adalah supaya  setiap keluarga Katolik dapat membangun keluarga seperti keluarga kudus Nasaret dan  sesuai ajaran gereja, sehingga gereja di masa yang akan datang bisa semakin berkembang karena generasi yang dilahirkan  berkualitas baik secara fisik, psikologis, maupun moralnya.

Ketua Panitia Tutut Frans

Romo Ferry mengandaikan setiap relasi akan mengalami naik dan turun seperti bianglala, tetapi tidak persis seperti bianglala karena setiap perputaran tidak akan sama, melainkan selalu lebih baik. Ketika suatu saat mengalami posisi di atas yaitu sukacita,  maka sukacita saat ini akan lebih baik dari pada sukacita yang pernah terjadi. Begitu pula sebaliknya ketika sedang berada di bawah, atau jatuh. Kejatuhan saat ini pasti tidak sama dengan kejatuhan pada waktu lalu, pasti saat ini lebih baik, karena sebagai manusia akan tumbuh dan berubah.

Romo Ferry juga mengajak peserta berlatih bersyukur. Bersyukur dari sisi kesehatan, keluarga, pekerjaan, tempat tinggal,, juga agama. Dengan bersyukur kita dapat melihat setiap kebaikan yang Tuhan anugerahkan. Para peserta diminta saling mengucapkan syukur dengan pasangannya selama lima menit. Dengan mengungkapkan syukur maka semakin menyadari hal-hal yang kecil yang sering terabaikan.

Langkah berikutnya setelah bersyukur adalah melihat dengan mata yang berbeda. Melihat kekurangan yang ada sebagai cara Tuhan untuk tujuan kebaikan. Romo Ferry memberi contoh, ada sebuah keluarga yang memiliki anak autis, terinspirasi untuk mendirikan sekolah khusus utuk anak-anak autis. Memiliki anak berkebutuhan khusus merupakan cara Tuhan untuk dapat menjadikan keluarga tersebut sebagai penolong dan pendidik bagi mereka yang mempunyai kebutuhan yang sama. Sebagai pasangan suami istri pasti masing-masing punya kekurangan, tetapi dengan sudut pandang yang berbeda, kekurangan dapat menjadi sarana untuk pasangan menjadi lebih baik.

Langkah ketiga adalah mengkomunikasikan, melihat kekurangan diri sendiri dan memperbaikinya agar pasangan lebih bahagia. Menuntut diri sendiri untuk berubah bukan menuntut pasangan untuk berubah.

Diakhir sesi,  Romo Ferry mengajak berdoa, diikuti peserta layaknya  membuat komitmen di hadapan Tuhan,  disempurnakan lagi melalui  perayaan Ekaristi.   Diharapkan,  keluar dari ruangan rekoleksi, banyak hal yang berharga tentang merawat relasi yang bisa dibawa dalam kehidupan sehari-hari.

Bagi pasangan Yakob-Hantini (usia pernikahan lebih dari 30 tahun), yang menarik dari kegiatan ini adalah bahwa penyadaran akan pentingnya memahami situasi dan kondisi relasi merupakan sebuah keniscayaan, karena disadari atau tidak hal itu akan menjadi “r0h” kelanggengan hidup rumah tangga. Sebuah realitas yang harus diterima adalah  relasi pasangan suami istri akan mengalami pasang surut. Ibarat sebuah roda berputar, sekali waktu berada di atas, lain waktu berada di bawah ( ferris wheel). Kadang relasi hangat, sukacita dan bahagia (posisi roda sedang di atas). Akan tetapi suatu saat bisa berubah menjadi seperti malapetaka  oleh berbagai sebab (posisi roda di bawah). Disadari atau tidak, manisnya hidup relasi kadang suatu hari menjadi pahit oleh berbagai persoalan kehidupan rumah tangga karena begitu kompleksnya hal yang menyertai perjalanan relasi dalam rumah tangga.

Pasutri Yakob Hantini

Menurut Yakob -Hantini, penting untuk disadari oleh setiap pasangan bahwa relasi adalah sebuah anugerah  yang perlu dirawat, dipelihara, dan dijaga agar kehangatan relasi selalu dirasakan bersama.  Apalagi kalau bisa memandang dengan  kacamata iman bahwa pada posisi manapun dan kondisi apapun relasi pasangan hendaknya dipandang sebagai berkat, bukan sebagai malapetaka. Proses penyadaran itulah yang menarik perhatian Yakob Hantini. Materi disajikan oleh Romo Ferri dengan simple, beliau sekali-kali mengaitkannya dengan proses pemilu. Seakan-akan ada kesamaan situasi antara berpasangan (suami istri)  dengan proses memilih calon legislatif dan presiden. Apalagi Romo Ferri menguatkannya dengan latihan-latihan berkomunikasi secara sederhana layaknya ber-BPS. Salah satu tema yang disajikan adalah apa yang disyukuri dari pasangan. Meskipun waktunya sangat terbatas, kesempatan ber-BPS sungguh berkesan bagi kami. Kami merasa bahwa tidak boleh jumawa dengan usia pernikahan tetapi tetap semangat belajar membangun relasi yang intim untuk mewujudkan perintah Yesus seperti ditulis dalam Yohanes 13:34 : Supaya kamu saling mengasihi seperti aku telah mengasihi kamu (Love one another as I have loved you) (DS/WN)

 

                                                                                                                Yuni Petrus, Kontributor Erelasi Distri XIII Cirebon

 

Start typing and press Enter to search