Memetik nanas di pinggiran parit, peserta Denas ayo kita bangkit!
Pantun penutup pastor Joko Purwanto Distrik 3 Joglolang menjadi penyemangat bagi koordinator ME Distrik dan Wilayah saat homili misa Sabtu pagi (20/11) Sidang Denas ke-48. Pertanyaan tentang kebangkitan yang disampaikan orang-orang Saduki tentang siapa yang menjadi suami seorang wanita ketika satu per satu suami meninggal di kehidupan mereka setelah kematian tetap aktual sampai sekarang. Pemikiran dengan logika dalam kisah Luk 19:45-48 merupakan buah pikiran bahwa kehidupan kekal didegradasikan dengan kehidupan duniawi. Yesus mengajak kita seperasaan dan sepandangan dengan-Nya. Kehidupan kekal adalah sebuah Budaya Kehidupan. Budaya kehidupan yang memandang hidup ke depan, melihat masa depan. Kita diajak Yesus hidup seperti anak-anak Allah.
Budaya Kehidupan dilawankan dengan Budaya Kematian yang kita hadapi saat ini. Budaya Kematian mengambil wujud mematikan secara fisik dengan kehadiran Pandemi Covid-19. Namun juga mematikan mental perilaku: dihinggapi ketakutan dan merasa tidak bisa berbuat apa-apa.
Kita diajak seperasaan dengan Yesus melihat ke depan. Marriage Encounter Indonesia mengembangkan budaya kehidupan. Laporan Distrik dan Wilayah adalah cerminan semangat Budaya Kehidupan. Cirinya adalah upaya kehidupan dan menghidupkan gerakan, kreatif, bangkit, memanfaatkan IT, semangat spiritualitas, seperti optimisme yang tercermin dalam Logo Denas ke-48. Membawa Budaya Kehidupan untuk menghidupkan kehidupan. Kata Yesus,”…Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. Sebab di hadapan Dia semua orang hidup.”
Mengupas nanas di atas papan, warga ME tetap ingat Budaya Kehidupan!