Satu Nada Tentang Cinta

Aster:

Ketika diumumkan akan ada kegiatan Festival UeRL, sejuta pikir dan rasa bergejolak dalam diri. Untuk Distrik yang berada dalam kondisi “hidup enggan,  mati tak mau” kegiatan ini memiliki tantangan tersendiri. Pikiran yang spontan muncul: di tengah pandemi covid 19 segala sesuatu serba dibatasi, bagaimana menyampaikan informasi ini kepada komunitas? bagaimana caranya mengajak mereka untuk berdialog sementara tidak semua anggota memiliki hp android, bagaimana melibatkan pasutri dan Imam dalam festival ini?.  Kami tidak punya pengalaman apapun dengan seni teater nada dan tari berjejaring ini, dan tidak tahu harus memulai dari mana. Waktu dari Januari sampai Maret adalah pergumulan panjang untuk berjuang melakukan yang terbaik demi keterlibatan distrik dalam festival.

Dari hasil undian kami mendapatkan episode 1 : SANG SABDA. Mencermati Panduan Penulisan Naskah Kreasi Seni Episode Festival UeRL yang diberikan Panitia, mendengarkan masukan dan arahan dalam meeting khusus episode 1, kami lega sudah ada kekuatan untuk bisa mulai mengolah naskah kreasi seni yang menjadi bagian tanggung jawab kami.

Eros:

Dengan kemampuan yang sangat terbatas, kami mencoba memulai mencari petunjuk cara penulisan naskah juga bertanya pada orang yang punya pengalaman, dan tak lupa memohon dukungan doa dari komunitas. Melihat semangat teman-teman, memacu kami untuk memberikan hasil yang terbaik dalam penulisan naskah ini. Tulis ini salah, tulis itu salah, ganti lagi, ganti lagi berkali-kali dari sinopsis sampai pada alur kisah. Di tengah gundah gulana seperti ini terbersit doa dari batinku: “Ya Tuhan, ini bukan tentang Festival Seni semata. Tapi ini kisah tentang komunitas Marriage Encounter. Ini tentang mati-hidup, tumbuh kembang karya kerasulan keluarga di distrik XVI ini. Kami yakin, Engkau tidak meninggalkan kami. Engkau pasti memampukan kami, disaat kami merasa tidak berdaya seperti ini.” Doa batin terlontar terasa ada sesuatu yang berbeda, semangat menulis mulai menggebu. Kekuatan dan semangat menjadi berlipat ganda untuk merangkai kata, meramu kalimat dalam sinopsis dan alur cerita.  Akhirnya naskah dikirim sesuai waktu yang ditentukan. Syukur Puji Tuhan naskah kami diterima oleh panitia.

Romo Anis:

Naskah kreasi seni telah dikirim,  terpampang nyata Sutradaranya Romo Anis Satu. Menjadi sutradara dadakan bukan hal yang mudah. Situasi memaksa demikian. Dengan kemampuan apa adanya, saya berusaha mencari tahu dan bertanya pada salah satu umat saya pasutri Nyong-Yuni, yang cukup berpengalaman dalam pembuatan kreasi seni.  Dan sangat kebetulan Nyong, merupakan anak dari pasutri ME senior kami. Syukurlah banyak kesulitan yang kami alami bisa diatasi. Merencanakan waktu latihan dan syuting sedikit mengalami kendala karena pada saat itu wabah pandemi covid 19 di Maumere meningkat tajam, disamping itu pasutri pemeran utama (Pas. Leksi-Eti) mengalami kedukaan, ibu kandung dari Leksi meninggal dunia dan harus ke Manggarai dalam waktu satu minggu lebih. Bingung siapa yang harus menggantikan, syukurlah pasutri Roby-Meci bersedia menggantikan walau Roby berada di Kupang dan Mecy dokter ahli penyakit dalam yang sibuk bertugas di Rumah Sakit. Syukurlah mereka sanggup  berjuang disela kesibukannya.Teman-teman koordinator ME paroki yang terlibat meski tempat tinggalnya jauh dengan penuh semangat berjuang untuk hadir dalam latihan maupun syuting. Dengan semangat yang sama, dan betul-betul menjaga protokol kesehatan, kami dapat menyelesaikan syuting dengan lancar dan memuaskan.

Proses edit video semakin dekat dengan deadline yang ditentukan, teman-teman begitu berjuang untuk mengerjakan demi hasil yang baik. Melalui WA group kami mengajak komunitas untuk bersatu dalam doa, Tuhan menggerakkan kita untuk bersatu dalam “Satu Nada Tentang Cinta”. Mari kita berdoa dari rumah masing-masing agar semuanya terjadi menurut kehendak-Nya. Para Romo dan teman-teman antusias menyambut ajakan ini, masing masing melaporkan secara pribadi telah berdoa dan puncak keheningan doa komunitas tanggal 9 Juli jam 20.00. Keheningan penuh dinamika, betapa gerakan Roh memanggil mereka yang selama ini tidak pernah bersuara di grup, akhirnya runtuhlah pertahanan mereka, mereka terlibat kembali bersama dalam doa komunitas. 10 Juli 2021 seluruh proses selesai dalam kuasa Tuhan, kami bisa mengirimkan video festival pada waktu yang ditetapkan panitia Festival UeRL. Pengalaman mengagumkan sungguh kami rasakan dalam komunitas, berkat kegiatan festival ini.

Eros:

Saatnya mengajak komunitas untuk menyaksikan festival. Ini termasuk pekerjaan yang gampang-gampang susah. Banyak hal yang bisa diakses  gratis melalui youtube.Tetapi Festival ini ditonton dengan memberikan kontribusi tiket. Ini yang mesti kami perjuangkan agar banyak teman-teman bisa menyaksikan.  Salah satu cara adalah menelpon secara pribadi, kesediaan mereka langsung kami masukkan dalam daftar nama dalam wa grup. Ketika melihat nama-nama terdaftar dalam grup, satu persatu imam dan pasutri mengirim WA menyatakan kesanggupannya.  Menariknya, ada pasutri yang untuk terlibat langsung mereka tidak bersedia, tetapi memberi kontribusi  tiket dan kaos mereka siap. Kami bersyukur, dalam keterbatasan 52 tiket terjual. Pada saat festival berlangsung, jumlah yang like flyer D16 bisa 800 lebih cukup menggembirakan bagi kami.

Kami bersyukur dan patut menyampaikan ucapan terima kasih kepada Kornas, Panitia Festival dan Pasutri Endang-Agung, sapamu, semangatmu memberikan kekuatan positif, kami tersapa, merasa diterima dan  dicintai. Terima kasih untuk pasutri Steph-Kuni, pasutri senior yang sungguh mengayomi kami. terima kasih para Romo dan teman-teman pasutri yang dengan caranya masing-masing mensukseskan festival UeRL ini. Kami memaknai festival UeRL sebagai moment untuk bangkit bersama menata distrik lebih bertumbuh dan berkembang dalam perjalanan ke depan. Semoga Tuhan memampukan kami. (EA/IJ)

Start typing and press Enter to search