Dalam Nuansa Cinta
Hari sudah agak siang. Aku ingin keluar kamar mencari sinar. Namun matahari terhalang awan. Sarapanku belum tersentuh. Nasi goreng itu masih utuh. Ia tidak beraroma, bahkan membuatku mual. Makanan apapun tidak enak di lidah. Ah, rupanya indera penciuman dan pengecap ini sedang bermasalah. Tak ada nafsu makan membuat tubuhku lemah tak bergairah. Inginnya hanya tiduran dan rebah. Tenggorok kering dan batuk pun sering.
Ini adalah pekan kedua. Pekan pertama terinfeksi virus corona kulewatkan di kamar tidurku, seperti mengalami flu biasa. Namun semenjak anosmia1, aku memutuskan uji usap. Hasilnya seperti yang kuduga, positif. Sejak itulah aku mengisolasi diri di kamar hotel. Sehari kemudian seisi rumah
melakukan tes serupa. Hasilnya yang positif jadi berlima: aku, istriku, anak sulung, menantu, dan si bungsu. Ningrum, istriku bergabung sekamar denganku. Anak sulung dan istrinya
1anosmia: hilangnya kemampuan seseorang untuk mencium bau.
Mengisolasi diri di rumah karena harus menjaga bayi sebelas bulan mereka, Raph. Jadi yang tidak terinfeksi hanya cucu dan anak gadis kami.
Aku tidak menganggap negatif peristiwa ini. Aku justru merasakan kasih Tuhan yang begitu besar. Bayangkan, baby Raph senantiasa bersama orangtuanya yang positif covid. Aku dan Ningrum setiap sore menggendong cucu kami itu. Empat orang terinfeksi selalu bersamanya, tapi bayi itu lolos dari virus. Keajaiban pertama dalam keluarga ini membuat kami semakin bersyukur, menebus rasa sakit dan tidak nyaman di badan. Sesak nafas dan nyeri di dada yang menjadi pertanda khas serangan virus ini aku coba abaikan. Kugantikan dengan latihan pernafasan hirup-panjang dan hembus-buang berulang-ulang. Dan ketika sudah mampu bernafas panjang, latihan kutingkatkan dengan menyanyikan lagu pujian. Dan lagu pujian ini menghasilkan keajaiban yang kedua, aku disembuhkan dari sesak nafas.
Senin sore itu aku sedang mengikuti pengajaran evangelisasi secara daring. Batuk masih mengganggu meski obat sudah kuminum dua minggu. Di sebelahku Ningrum sedang mengikuti misa ME & Choice live streaming berintensikan mendoakan pastor kevikepan kami yang baru saja meninggal karena corona. Usai misa tiba-tiba Ningrum membuang air minumku yang disediakan hotel, menggantinya dengan merek yang biasa kami minum. Dan keajaiban berikutnya pun terjadi. Esok harinya aku sudah tidak batuk lagi. Aku disembuhkan. Benar kata orang kusta itu kepada Yesus: “Kalau Engkau mau, Engkau dapat menyembuhkan aku.” Dan Yesus pun mau.
Hari-hari kami berdua di kamar memberi kesempatan berefleksi. Kami membangun kebiasaan baru. Bangun tidur bersyukur dalam doa pagi dilanjutkan misa harian. Usai misa kudus, kami berdoa Rosario membawa daftar nama orang sakit dan yang meninggal. Sepanjang hari di sela-sela work from home, kami memuji Tuhan lewat nyanyian. Malam hari kami bergabung dalam doa bersama komunitas. Itulah kebiasaan baru. Kebiasaan yang tidak mungkin kami bangun tanpa dihantar corona. Karena corona kami diberi hari-hari bebas kerja. Karena corona kami merenda kebiasaan doa. Karena corona semakin tumbuh cinta dalam keluarga.
Penularan virus corona dalam keluarga pun terjadi dalam nuansa cinta. Waktu itu kami mengunjungi Rio, si bungsu yang menempati rumah lain dekat kampusnya. Sudah lama kami tak berkunjung meski sekota. Perjumpaan dalam suasana rindu itupun diselimuti keakraban. Cium tangan, pelukan erat, dan belaian penuh cinta tanpa prasangka. Bahkan dengan penuh cinta pula, Rio meladeni orangtuanya makan malam. Sungguh perjumpaan yang penuh cinta. Dua hari kemudian aku mulai merasakan gejala seperti flu dan mengalami eskalasi gejala sampai beberapa hari. Rupanya Rio telah tertular dari temannya yang sering ke rumah. Dan penularan terjadi berantai dariku ke istri lalu ke anak dan menantu.
Cinta ada dalam segala situasi. Kehadirannya tak bisa dihalangi. Ia bahkan hadir tatkala corona mendera seluruh keluarga. Keajaiban-keajaiban terjadi semata-mata karena Tuhan menebar cinta. Sama sekali bukan karena kami punya jasa. Bahkan virus itu merasuki kami sekeluarga ketika kami merayakan cinta. Kami sekeluarga disembuhkan berkat cinta- Nya. Percaya, corona pun hadir di dunia dalam nuansa cinta. [IH/ MJ]