Berdamai Hati dengan Pandemi
Pandemi corona di awal Februari tahun 2020 membawa perubahan besar dalam setiap aspek kehidupan setiap keluarga. Mungkin ada keluarga yang tidak merasa terdampak secara finansial, namun setidaknya pasti terdampak dengan perubahan aktivitas harian atau terdampak di kesehatan personal.
Pandemi ini adalah situasi sulit, itu adalah fakta, namun kita punya pilihan dalam memaknainya.
Di awal pandemi tahun lalu mungkin belum terasa begitu berat. Situasi sulit masih bisa dilalui dengan harapan besar bahwa pandemi ini akan segera berlalu. Namun apa daya pandemi semakin menggerus situasi ekonomi setiap keluarga termasuk keluarga kami.
Namun kami memilih untuk belajar memaknai setiap fakta sebagai berkatNya.Sekalipun faktanya tidak mengenakkan dan membuat kami khawatir dan cemas, kami tetap memilih untuk percaya bahwa Bapa di surga dengan kasihNya memelihara kami agar tidak jatuh dalam omelan panjang tiada berujung, resah dan gelisah yang menggerus iman ataupun membuat diri putus asa.
Karena pandemi, kami dibawa Tuhan untuk lebih menghargai setiap waktu yang Tuhan beri mengingat begitu banyak kenalan atau orang-orang yang kami kenal berpulang di masa ini.
Kami semakin menghargai momen kebersamaan dalam keluarga, semakin mempererat relasi kasih baik dalam keluarga kecil kami maupun keluarga besar.
Stay at home membuat kami melakukan kegiatan bersama di rumah dengan bercocok tanam, bergabung dengan komunitas pecinta bumi, komunitas eco enzym yang mengolah sisa buah dan sisa potongan sayur dan belajar keterampilan lain melalui media online.
Yang terpenting adalah kami bisa mengikuti misa harian setiap pagi, mengikuti rekoleksi dan pengajaran para Pastor meskipun hanya secara daring,di mana pengajaran-pengajaran tersebut membuat iman kami semakin bertumbuh.
Relasi kami sebagai suami istri juga semakin diteguhkan. Semakin stick together dalam menghadapi situasi sulit sebagai dampak langsung pandemi, mengingat bidang kerja suami adalah perhotelan yang mana terkadang tamu yang menginap bisa dihitung jari.
Kami bersyukur menyadari bagaimana kami dibimbing Roh Kudus untuk semakin memahami arti hidup yang sesungguhnya, misalnya terkait relasi dengan setiap orang. Yang biasanya ada sikap ego, tidak mau mengalah maka disaat ini semakin diajak untuk memperbaiki relasi dengan setiap orang. Pandemi mengingatkan kita semua tentang tipisnya batas antara hidup dan kematian, sehingga sebisa mungkin segera membereskan relasi yang retak atau relasi yg terabaikan selama ini terutama dengan keluarga besar
Pandemi juga membawa kami pada tingkat kesadaran diri yang jauh lebih baik lagi. Allah menyapa kami lewat hal kecil namun sungguh menggugah dan menguatkan kami melalui putri kami saat menonton YouTube tentang cerita Alkitab, di mana murid-murid Yesus ketakutan karena badai yang menghantam kapal mereka. Digambarkan bahwa dibalik situasi para murid Yesus yang ketakutan itu, ada si iblis yang tertawa terbahak-bahak penuh kemenangan dan begitu bahagia melihat mereka cemas, takut dan hilang kepercayaan akan kuasa Tuhan.
Hal ini menjadi sebuah refleksi buat kami dalam menghadapi situasi sulit selama pandemi ini. Alih-alih cemas dengan kondisi keuangan atau kondisi kesehatan akan paparan virus, kami memilih untuk mengingat cerita di mana iblis tertawa jika diri kita terbelenggu rasa takut dan cemas.
Matius 14:27 dan Filipi 4:4-6 menjadi pegangan kami dalam menjalani kehidupan kami di masa pandemi tanpa rasa takut, tanpa rasa kuatir dan selalu bersukacita dalam segala hal. [EA/MJ]