Jangan Takut
Cerita ini bermula pada akhir tahun 2014 silam yang lalu, di mana pasangan saya, Ferri ditunjuk menjadi Asisten Imam di paroki kami yang saat itu memang masih sangat kekurangan pelayan umat.
Bermula dari pelayanan itulah tidak berselang lama kami juga ditawari untuk mengikuti WEME selama 3 hari 2 malam di Bintang Kejora Pacet pada tanggal 8 sampai
dengan 10 Mei 2015.
Tiga bulan setelah mengikuti WEME, kami terpilih menjadi Koordinator ME Paroki. Kami bertanya-tanya dalam hati, “Ya Tuhan, nikmat apalagi yang Engkau berikan pada kami berdua?”
Ketika kami menantikan kenikmatan yang akan Tuhan berikan pada kami, turunlah pencobaan yang harus kami kecap dengan nikmat di mana pekerjaan Ferri mengalami gulung tikar, usia anak-anak waktu itu juga masih sangat kecil, cicilan berjalan masih menunggu setiap bulan untuk dibayarkan. Satu kata yang harus dikumandangkan dan dipegang teguh saat itu adalah “bertahan”.
Puji Tuhan kami bisa bertahan saat itu dengan tabungan yang masih cukup tebal, serta terus mendorong dan menyemangati Ferri untuk memulai usaha kembali.
Pertengkaran dan selisih pendapat pun menjadi bumbu penambah semangat dalam suasana suram rumah tangga yang sedang dirundung awan hitam, apalagi Ferri adalah tipikal orang yang tidak bisa bekerja duduk diam di belakang meja, dia adalah tipe seseorang yang berkarya dan berkreasi dengan ide-ide gilanya.
Terkadang kami juga tidak habis pikir dengan keadaan yang kami alami, di mana saat kami mulai melayani Tuhan, mengapa diberi pencobaan seperti ini. Kami beranggapan kalau menjadi pelayan Tuhan yang kaya akan waktu, pengetahuan dan materi, akan lebih baik bagi pelayanan kami.
Jawaban Tuhan diberikan ketika kami rutin hadir di pertemuan Koordinator ME Paroki yang diadakan setiap hari Kamis minggu pertama di Griya ME kesayangan kami, di sana kami berkenalan dan berkawan dengan senior-senior kami, di sana pula kami mendengar segala suka dan duka dalam melayani, ada amarah, kekecewaan, frustasi, rasa minder, tetapi ada pula tawa canda dan tetap punya semangat untuk terus maju.
Saat itu pula ada suara hati yang berkata, “Ketika engkau melayani di saat engkau sedang mampu itu adalah hal yang sudah biasa dan wajar engkau lakukan, tetapi ketika engkau melayani dengan keterbatasanmu, itu adalah sesuatu yang luar biasa.” Melayani tidak selalu membutuhkan harta, tetapi hati yang ikhlas.
Dengan hanya 5 roti dan 2 ikan Yesus bisa memberi makan lima ribu orang, lalu apa yang bisa engkau beri dengan kedua tangan dan kedua kakimu yang masih bisa berfungsi?
Kami juga dikuatkan dengan firman Tuhan dari Yesaya 41:10 yang berbunyi “Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau, janganlah bimbang karena Aku Allahmu, Aku akan meneguhkan bahkan menolong engkau, Aku akan memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang membawa kemenangan”.
Janji Tuhan kami pegang, kami berserah dan kami jalani saja, kami membangun komunitas, memiliki kelompok dialog untuk saling berbagi dan meneguhkan, kami memberi dan kami menerima.
Pertolongan Tuhan nyata meskipun selalu datang pada saat-saat terakhir, tetapi selalu tepat pada waktunya, dan sekarang kami tidak takut untuk melayani, karena kami telah diteguhkan oleh Tuhan melalui pencobaan yang Dia berikan.
[IJ/MJ]