Purwaning Dumadi

Penggambaran kisah penciptaan yang ditampilkan dengan kreasi seni multimedia, tarian dan lagu. Kekosongan yang perlahan dipenuhi kehidupan. Allah mulai menciptakan langit dan bumi serta seluruh isinya dengan digambarkan melalui gerak tari seorang penari dan permainan multimedia yang menarik tentang segala hal yang terjadi dalam kisah penciptaan.

Segala binatang dan manusia yang diciptakan digambarkan dengan tarian beberapa aktor dan seni inkulturasi disajikan oleh Romo pemeran dengan nyanyian tembang Sidoasih yang menggambarkan kasih mesra antara dua insan manusia.

Cerita ditutup dengan penggambaran kehidupan sepasang manusia yang penuh kasih dan saling melengkapi melalui tarian berpasangan. (EA/IJ)

Pada awalnya saya tidak banyak terlibat dalam pertemuan persiapan untuk UeRL. Saya berpikir semuanya itu sudah bisa diselesaikan oleh para pasutri, selain itu setiap kali panitia mengadakan pertemuan saya tidak bisa ikut, waktunya tidak cocok bagi seorang lansia. Tetapi sebenarnya perasaan saya juga tidak tega membiarkan para pasutri berjuang sendiri. Akhirnya datang juga waktunya saya harus terlibat. Ketika mereka mengadakan persiapan secara virtual saya bisa ikut hadir.

 

Pada waktu itu saya menangkap kesan mereka bingung semua, belum tahu apa yang harus dilakukan. Judulnya sudah jelas “Sang Sabda”, tetapi bagaimana harus memprosesnya, mereka belum tahu. Kemudian saya mengusulkan untuk mengambil dasar biblisnya dari Kitab Kejadian mengenai kisah penciptaan. Karena waktunya singkat, hanya 5 sampai 6 menit, maka kami membatasi sampai kisah penciptaan manusia, Adam dan Hawa. Kemudian fokus pada relasi pasangan suami istri. Semua alam diciptakan baik adanya. Relasi antara Allah dan manusia sangat akrab, relasi antara suami istri sangat harmonis berdasarkan kasih. Relasi berdasarkan kasih ini diinkulturasikan dengan budaya Jawa yang dituangkan dalam pesan “Kidungan Dhandhanggula Sida Asih”.  Inilah pesan yang kami sampaikan: Suami istri dipersatukan oleh Allah dalam ikatan cinta kasih, hendaknya mereka tetap hidup saling mengasihi, relasi hangat, prestasi meningkat, menjadi mercusuar di tengah masyarakat.

 

Setelah semua sepakat dengan alur cerita dan pesan yang akan disampaikan, kemudian dipikirkan siapa yang memperagakan. Pasutri Mardi Saodah bersedia memerankan “Adam dan Hawa ala Jawa”. Saya yang “ngidung Dhandhanggula”. Kebetulan dalam komunitas tidak ada yang berlatar belakang seni tari, seandainya ada hanya istrinya saja. Pasutri Mardi Saodah ini juga hanya bersedia tetapi tidak didukung dengan kemampuan seni tari. Akibatnya waktu latihan mereka harus berjuang mati-matian, saya sempat memberi contoh pak Mardi bagaimana memerankannya. Ketika direkam supaya bisa dilihat ulang lagi oleh mereka di rumah, saya khawatir timbul salah interpretasi, karena mereka yang tidak tahu konteksnya, bisa mempunyai kesan saya sayang-sayangan (grandrung) dengan Bu Saodah. Puji Tuhan setelah beberapa kali latihan bersama, pasutri Mardi Saodah setiap hari latihan di rumah, akhirnya bisa syuting dan hasilnya bisa dikirim kepada panitia.

 

Perasaan saya senang bisa terlibat dalam acara ME Nasional. Kebutuhan untuk dilibatkan dan dicintai saya peroleh. Bahwa nanti akan mendapat penilaian urutan ke berapa bagi saya itu bukan yang utama. Yang penting kami sebagai komunitas ikut terlibat dalam kegiatan ME Nasional. Dan secara pribadi saya bisa banyak terlibat dalam komunitas ME Distrik II Semarang.

 

WLY and WNY.

 

Rm. Ag. Parso Subroto MSF.  

 

Lia :

Saat menyaksikan Festival UeRL tgl 24 – 25 Juli yang lalu, ada rasa bangga dan haru yang menyeruak dalam dada ini, seperti melihat keajaiban dunia ke 10, hahaha. Bangga karena akhirnya Distrik II Semarang dapat mempersembahkan sebuah tontonan yang apik. Terharu mengingat begitu banyak tantangan yang telah dilalui saat proses persiapan sampai dengan selesainya pembuatan video tersebut.

Menterjemahkan Kisah Penciptaan dalam kemasan sinterdaring dengan durasi ‘hanya 6 menit’ bukan perkara yang mudah. Bingung … namun dalam pertemuan refleksi bersama dengan teman-teman tim dan komunitas yang diundang, Rm. Parso memunculkan ide brillian , tembang Purwaning Dumadi, Allah Menciptakan dengan Bersabda, menjadi jalan keluar dari kebingungan yang dialami. Bahkan rm.Parso bersedia menyanyikan sendiri tembang Purwaning Dumadi tersebut.

Setelah menemukan Purwaning Dumadi, tahap selanjutnya adalah persiapan penulisan naskah, dan Puji Tuhan aktivis pas Joko Lusi menjadi andalan dalam hal ini. Lalu pas Mardi Saodah juga ikut berperan sebagai penarinya.

Tahap selanjutnya adalah persiapan latihan. Keterlibatan komunitas menjadi prioritas, tetapi ternyata bukan hal yang mudah mengajak komunitas untuk terlibat dalam situasi yang ‘mencekam’, karena hampir semua masuk zona merah membara. Maka jadilah yang terlibat dalam pementasan adalah para ksatria yang berani menghadang bahaya demi memperjuangkan cintanya kepada ME

Sugeng:

Ketika menyaksikan hasil akhir video yang dikirim ke kami, aku merasa ini sesuatu yang amazing, luar biasa. Komunitas wajib menonton. Maka mulailah aku kampanye di berbagai kesempatan supaya komunitas tidak melewatkan pertunjukan yang spektakuler ini. Ternyata hal ini juga tidak mudah. Banyak yang menjawab iya, saat diminta untuk membeli tiket di link yang disediakan panitia, tapi ternyata banyak yang seperti anak sulung, iya tapi tidak melakukan. Bagaimanapun, aku sungguh bangga dengan hasil yang ada, terima kasih banyak untuk Rm. Parso tercinta, pilar Komunitas pas Mardi Saodah, pas Joko Lusi dan teman teman tim serta semua saja yang terlibat dalam pembuatan video episode 1, Sang Sabda. Anda semua luar biasa.

We Love You We Need You. (WN/MJ)

Start typing and press Enter to search