Perasaan Takut Pemantik Asa
Menggali Pesan Dibalik Perasaan Negatif
Setiap perasaan negatif mengandung sebuah pesan bermakna. Ketika muncul perasaan marah, kita diundang untuk bertanya hal apa atau siapa yang perlu kumaafkan
atau kuampuni. Hadirnya perasaan sedih mengajak kita untuk berefleksi apa yang semestinya kulepaskan, kuikhlaskan, kurelakan. Tatkala perasaan khawatir atau takut bersemayam dihati, kita dipanggil untuk menjawab pertanyaan apa yang harus kuperbuat, atau hal hal apa perlu segera kulakukan.
Ada beberapa perasaan takut akan dampak pandemi terhadap kegiatan komunitas ME di Distrik 17 Samarinda. Seperti misalnya, ketakutan kegiatan pass on Denas sulit yang terlaksana, karena terkendala dengan aturan penerapan protokol kesehatan. Agenda kelompok dialog, pertemuan tim, misa syukur komunitas, rekreasi keluarga, renewal, dan berbagai kegiatan lain pun akan mengalami tantangan yang sama
Dengan kesadaran baru, bahwa ada pesan dibalik perasaan takut. Maka Pastor dan pasutri tim Distrik 17 segera berbuat sesuatu. Berbekal inspirasi denas bahwa kita sudah terlebih dahulu dicintai Tuhan, dan dipanggil untuk membagikan cinta kepada sesama. Maka, diadakanlah pertemuan virtual tim untuk berdialog mengenai kegiatan apa yang bisa dilakukan sepanjang tahun 2021.
Dari Fixed Mindset Menuju Ke Growth Mindset
Dalam relasi perkawinan biasanya akan menjumpai masa padang gurun, saat di mana kenyataan tidak lagi seindah harapan. Kebuntuan komunikasi, kesalahpahaman, munculnya pertengkaran karena hal-hal sepele, bidang-bidang sulit yang enggan dibicarakan menjadi beberapa tanda fase ini. Pasutri yang memiliki fixed mindset akan berpikir bahwa ini adalah akhir dari segalanya, tidak ada hal yang bisa dilakukan, dan menganggap bahwa kenyataan relasi yang seperti ini bersifat tetap.
Sementara itu pasutri yang menganut paham growth mindset memiliki cara pandang yang berbeda, mereka akan bertanya, apa yang perlu kami lakukan agar kondisi relasi kami bisa membaik. Mereka menganggap situasi ini sifatnya sementara.Timbul kerinduan dari hati untuk bisa bekerjasama dalam memperbaiki relasi. Muncul keyakinan bahwa pasti ada jalan untuk keluar dari persoalan ini.
Demikian halnya dengan situasi pandemi ini, umumnya masa ini dipandang sebagai masa padang gurun untuk tetap bisa melayani komunitas. Tantangan dan kesulitan timbul dari berbagai sisi. Mulai dari pembatasan perjumpaan fisik. Keterbatasan penguasaan tim dalam hal teknologi serta kondisi jaringan internet yang kurang stabil
Bertitik tolak pada cara pandang growth mindset, Pastor Indro sebagai Kordis bersama Pasutri Beny Hety mengusulkan agar tetap diadakan kegiatan komunitas secara virtual. Langkah awalnya adalah belajar dari distrik lain yang sudah mulai mengadakan kegiatan renewal secara online. Setelah menjalani beberapa langkah persiapan, terselenggaralah misa syukur Natal virtual pada tanggal 13 Januari 2021. Komunitas menyambut baik acara ini sebagai ajang saling menyapa dan mendoakan dalam menghadapi masa kenormalan baru.
Peristiwa ini membawa kesadaran baru bahwa transformasi dari perasaan takut ke berani bertindak membutuhkan perubahan cara pandang dari fixed mindset menuju ke growth mindset.
Merawat Asa Melalui Kolaborasi Antar Kota
Merayakan misa syukur secara daring merupakan sebuah tantangan sekaligus anugerah bagi ME Distrik 17 Samarinda. Tantangan muncul ketika menyadari bahwa domisili Pastor dan pasutri tim ada di 4 daerah yang berbeda yaitu Samarinda, Bontang, Kaubun, dan Balikpapan. Situasi menantang selanjutnya adalah kondisi jaringan internet yang kurang stabil, hal ini berdampak pada suara dan gambar yang sering terputus.
Untuk mengantisipasi hal ini, salah satu pasutri tim menghubungi tim Komsos di Paroki St Yosep, Bontang yang merupakan lokasi Pastor Indro memimpin misa. Setelah itu dilaksanakanlah gladi bersih guna menguji kualitas video dan suara serta stabilitas koneksi internet.
Tantangan berikutnya, adalah bagaimana agar perhelatan misa syukur ini bisa dihadiri oleh banyak pasutri. Segeralah dilakukan publikasi 1 bulan sebelum hari H melalui poster yang disebar di whatsapp group dan instagram. Di samping itu pemilihan petugas misa berasal dari perwakilan komunitas di 5 kota yang berbeda. Petugas pemimpin lagu dari Balikpapan, pemazmur dari Sangatta, lektor dari Samarinda, doa umat dari Bontang dan Kaubun.
Strategi lain yang ditempuh adalah melakukan rekap data pasutri dan biarawan-biarawati yang merayakan hari ultah perkawinan/Imamat/Kaul kekal, untuk kemudian diumumkan akan dibacakan dalam intensi misa. Kemudian dibuka juga kesempatan bagi komunitas untuk mengirimkan ujub pribadinya baik ucapan syukur, mohon kesembuhan, kelancaran studi anak, dan kedamaian arwah keluarganya.
Penyelenggaran misa komunitas secara daring membawa anugerah tersembunyi. Para petugas liturgi yang ditunjuk, perlu melakukan latihan beberapa kali. Ternyata perjumpaan inilah yang menjadi obat rindu dan merekatkan kembali ikatan emosional sebagai satu komunitas Distrik. Di samping itu keakraban antar pasutri tim terjalin erat ketika lebih sering bertemu secara virtual untuk berbagi gagasan dan perasaan agar acara terselenggara dengan baik. Kolaborasi antar kota ternyata sungguh menjadi anugerah dalam merawat asa untuk berjalan bersama menuju dunia baru.Anugerah itu hadir ketika memaknai perasaan takut sebagai pemantikasa harapan. [IH/SD]